MAKALAH
VISI DAN MISI
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Dalam
Rangka Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Pendidikan Budi Pekerti
DOSEN
PENGAMPU
FAHRINA YLW, S.H.i.,
M.Pd.i
OLEH:
KELOMPOK II
SRI
WINIH
SRI HARTINA
SUCI DESTIA DEWI
MAHASISWI
SEMESTER IV / PAI / A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2015/2016
A. VISI DAN MISI PENDIDIKAN
BUDI PEKERTI
Visi pendidikan budi pekerti dalam konteks ini adalah kemampuan untuk
memandang arah pendidikan budi pekerti ke depan dengan berpijak pada
permasalahan saat ini untuk disusun perencanaan secara bijak. Menurut Cahyoto
(2001)Visi pendidikan budi pekerti dalam lingkup PPKn ialah mewujudkan proses
pengembangan budi pekerti siswa yang terarah kepada kemampuan berfikir
rasional, memiliki kesadaran moral, berani mengambil keputusan, dan bertanggung
jwab atas perilakunya berdasarkan hak dan kewajiban warga negara yang pada
gilirannya mampu bekerja sama dengan anggota masyarakat lain.
Sementara itu menurut Buku 1 Pedoman Umum dan Nilai Budi Pekerti untuk
Pendidikan Dasar dan Menengah (2000:4), visi pendidikan budi pekerti adalah
mewujudkan pendidikan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan nilai, moral,
etika yang berfungsi menumbuhkembangkan individu warga negara Indonesia yang
berakhlak mulia dalam pikir, sikap, dan perbuatannya sehari-hari, yang secara
kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai semua mata pelajaran yang relevan
serta sistem sosial-kultural dunia pendidikan sehingga dari dalam diri setiap
lulusan setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan terpandang akhlak mulia.
Adapun misi adalah harapan pendidikan budi pekerti untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Berdasarkan pemahaman ini, menurut Cahyoto (2001), antara visi
dan misi merupakan kesatuan yang berurutan langkahnya.lebih lanjut misi
pendidikan budi pekerti adalah sebagai berikut:
1. Membantu siswa memahami
kecenderungan masyarakat yang terbuka dalam era globalisasi, tuntutan kualitas
dalam segala bidang, dan kehidupan yang demokratis dengan tetap berlandaskan
norma budi pekerti warga negara Indonesia.
2. Membantu siswa memahami
disiplin ilmu yang berperan mengembangkan budi pekerti sehingga diperoleh
wawasan keilmuan yang berguna untuk mengembangkan penggunaan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
3. Membantu siswa memahami arti
demokrasi dengan cara belajar dalam suasana demokratis bagi upaya mewujudkan
masyarakat yang lebih demokratis.
Bertolak dari visi yang ada dalam pendidikan budi pekerti menurut Buku 1
Pedoman Umum dan Nilai Budi Pekerti untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
(2000:4) maka misi pendidikan budi pekerti adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan substansi dan
praksis mata pelajaran yang relevan, khususnya Pendidikan Agama dan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), serta mata pelajaran lainnya yang relevan
sebagai wahana pendidikan budi pekerti sehingga para peserta didik bukan hanya
cerdas secara rasional, tetapi juga cerdas secara emosional, sosial, dan
spiritual.
2. Mewujudkan tatanan dan iklim
sosial-budaya dunia pendidikan yang sengaja dikembangkan sebagai lingkungan
pendidikan yang memancarkan akhlak/moral luhur sebagai wahana bagi siswa,
tenaga kependidikan, dan menejer pendidikan untuk membangun interaksi edukatif
dan budaya sekolah yang juga memancarkan akhlak mulia.
3. Memanfaatkan media massa dan
lingkungan masyarakat secara selektif dan adabtif guna mendukung keseluruhan
upaya penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai budi pekerti luhur baik yang
melalui mata pelajaran yang relevan maupun yang melalui pengembangan budaya
pendidikan di sekolah. secara selektif dan adabtif guna mendukung keseluruhan
upaya penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai budi pekerti luhur baik yang
melalui mata pelajaran yang relevan maupun yang melalui pengembangan budaya
pendidikan di sekolah.
B. TUJUAN DAN SASARAN
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
1. Tujuan Pendidikan Budi
Pekerti
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi
pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan
tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural dunia persekolahan secara umum
bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan
keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia
dari daalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam
berbagai konteks sosial-budaya berbhineka sepanjang hayat.
Selanjutnya esensi tujuan tersebut perlu dijabarkan dalam pengembangan
pembelajaran (instruksional) dan sumber belajar setiap mata pelajaran yang
relevan dengan tujuan agar siswa mampu menggunakan pengetahuan, nilai
keterampilan mata pelajaran itu sebaagai wahana yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya serta terwujudnya sikap dan perilaku siswa yang konsisten dan
koheren dengan konsepsi akhlak mulia yang dipersyaratkan bagi manusia indonesia
seutuhnya. Selain itu, tujuan tersebut secara instrumental manajer perlu
dijabarkan dalam rangka membangun tatanan dan iklim sosial-budaya dunia
persekolahan yang berwawasan dan memancarkan akhlak mulia sehingga lingkungan
dan budaya sekolah menjadi teladan ataunmodel pendidikan budi pekerti secara
utuh.
Di samping itu, pembahasan tujuan pendidikan budi pekerti menurut
cahyoto (2001: 9-13) dapat dikembalikqan kepada harapan masyarakat terhadap
sekolah yang menghendaki siswa memiliki kemampuan dan kecakapan berpikir
menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, dan memiliki kemampuan yang terpuji
sebagai anggota masyarakat. Bagi sekolah harapan masyarakat mengenai tujuan
pendidikan itu tercantum dalam kurikulum yang selanjutnya digunakan sebagai
pedoman oleh guru untuk menyusun tujuan pelajaran.
Tujuan yang berbunyi “siswa maemahami norma-norma kerja sama dalam hidup
bermasyarakat” menjadi pegangan guru untuk melakukan penilaian hasil belajar
mengenai derajat pencapaian makna kerja sama dalam diri siswa. Tujuan pelajaran
di sini mencakup dua aspek, yaitu hasil belajar yang diharapkan dari siswa dan
kemampuan siswa untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Jarolimek & Foster (1985: 101) ada beberapa cara untuk
merumuskan tujuan antara lain adalah pencapaian tujuan yang umum dan khusus.
Cara ini melahirkan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus
yang keduanya menekankan pada tujuan perilaku.
Tujuan pembelajaran khusus bersifat spesifik, nyata, dan dapat diubah
pencapaiannya untuk mengetahui kualitas belajar dan pembelajaran. Penggunaan
istilah tujuan pembelajaran “perilaku” menimbulkan kesan seakan-akan didasarkan
paham behaviorism (paham atau aliran perilaku) yang menekankan aspek
perilaku yang dapat diamati, sementara banyak aspek pembelajaran perilaku siswa
yang tidak dapat diamati. Untuk itulah muncul paham humanisme yang lebih mantap
menggunakan istilah tujuan pembelajaran afektif atau nonbehavioral sehingga
pembelajaran juga mecakup aspek peraasaan dan sikap yang tidak dapat diamati.
Rumusan tujuan pembelajaran afektif yang dianut aliran nonbehavioral isinya
bersifat umum daan mengutamakan rumusan yang menekankan harapan apa yang
dipelaajari oleh siswa. Contoh rumusannya adalah sebagai berikut:
1. Siswa mempelajari makna
sopan santun yang dianut oleh masyarakat.
2. Siswa mempelajari masyarakat
sebagai lingkungan hidup yang diatur oleh norma.
3. Siswa memperoleh pengetahuan
tentang peran pimpinan masyarakat dalam menegakkan kejujuran.
4. Siswa mengembangkan
kemampuannya untuk mementukan jenis norma bagi perilaku yang berbudi pekerti
luhur.
5. Siswa menghargai norma
kehidupan bermasyarakat bagi penciptaan kerja sama.
Rumusan ini bersifaat umum dan luwes yang akan dirinci lebih lanjut oleh
guru pada waktu berlangsung pembelajaran.
Berbeda dengan aliran tersebut yang mengandung kualitas pembelajaran
maka aliran tujuan pembelajaran perilaku menekankan pada tujuan khusus yang
hakikinya menghendaki kejelasan pencapaian hasil belajar. Sedapat mungkin
pencapaian hasil belajar mampu mengungkapakan bagaimana cara mencapainya dan
sampai seberapa jauh derajat pencapaiannya. Alasannya ialah masa belajar di sekolah sangat singkat
dan memerlukan evaluasi segera. Pengembangan lebih lanjut terhadap tujuan pembelajaran
perilaku dilakukan oleh Bloom (1987: 1) yang menetapkan taksonomi tujuan
menjadi klasifikasi tujuan dari sistem pendidikan yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif mengandung enam tahapan untuk
pencapaiannya, masing-masing adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
Pengembangan ranah afektif dilakukan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia
(1980: 7) yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran afektif menekankan pada
perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan terhadap objek. Tujuan pembelajaran
afektif berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dihadapi, yaitu berjenjang dari
hal yang sederhana ke hal yang sulit, namun secara konsisten menyangkut
kualitas watak dan hati nurani. Jenjang afektif terdiri dari lima tahap dari
yang mudah ke sulit, yaitu penerimaan, tanggapan, penilaian, pengaturan, dan
perwatakan dengan nilai-nilai yang kompleks.
Pembelajaran ranah afektif menurut Joice & Weil (1986: 200)
dinyatakan sebagai nurturant effects atau efek pengiring, sedangkan
Jarolimek menggunakan istilah indirect teaching strategy atau strategi
pengajaran secar tidak langsung karena isi atau materi pembelajaran ranah
afektif menyangkut keyakinan dan pembenaran yang berasal dari indoktrinasi,
dongeng, dan ajaran hidup yang baik. Sementara itu, Williams (1972: 88)
mengemukakan hubungan antara ranah kognitif dengan afektif sesuai jenjang
pengembangan masing-masing ranah.
Dari kondisi di atas, maka tampakah bahwa proses berfikir tidak dapat
berlangsung tanpa proses feelings (perasaaan). Keduanya tidak dapat
dipisahkan sehingga makin baik perasaan siswa tentang objek tertentu, makin
besar keingintahuan untuk mendalami lebih lanjut objek tersebut. Sebagai timbal
baliknya siswa yang makin menguaasai suatu bidang pengetahuan makin besar pula
dalam menghargai dan menilai bidang tersebut. Hal ini juga berlaku bagi
pembahasan budi pekerti yang mengandung ajaran, nasihat, keyakinan, dan
kebajikan.
Berdasarkan kerangka keyakinan diatas, maka tujuan pendidikan budi
adalah sebagai berikut:
1.
Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti dilingkungan keluarga, nasional,
dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang dan tatanan antar
bangsa.
2.
Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan
bermasyarakat saat ini.
3.
Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara nasional
bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai
dengan norma budi pekerti.
4.
Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas
tindakannya.
2. Sasaran Pendidikan Budi
Pekerti
Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa, khususnya
unsur karakter atau watak yang mengandung hati nurani (conscience)
sebagai kesadaran diri (consciosness) untuk berbuat kebajikan (virtue).
C. SCOPENILAI DAN SIFAT-SIFAT BUDI PEKERTI
1. Scope Nilai Budi Pekerti
Menurut pendapat Cahyoto (2002: 18-22), ruang lingkup ataau scope pembahasan
nilai budi pekerti yang bersumberkan pada etika atau filsafat moral menekankan
unsur utama kepribadian, yaitu kesadaran dan berperankan hati nurani dan
kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum nilai-nilai
moral masyarakat. Hati nurani (ada yang menyebutnya hati, suara hati, dan suara
batin) adalah kesadaran untuk mengendalikan dan mengarahkan perilaku seseorang
dalam hal-hal yang baik dan menghindari tindakan yang buruk. Kebajikan dan
kebaikan merupakan watak unggulan yang berguna dan menyenangkan bagi diri
sendiri dan orang lain sesuai dengan pesan moral (Solomon, 1984: 100). Dengan
demikian, terdapat hubungan antara budi pekerti dengan nilai-nilai moral dan
norma hidup yang unsur-unsurnya merupakan ruang lingkup pembahasan budi
pekerti. Unsur-unsur budi pekerti antara lain sebagai berikut:
Hati
nurani kesopanan keberanian
Kebajikan
kerapian bersahabat
Kejujuran keikhlasan kesetiaan
Dapat
dipercaya kebijakan kehormatan
Disiplin pengendalian diri keadilan
Mengingat budi pekerti merupakan etika praktis atau terapan yang
bersumber kepada masyarakat (kesusilaan atau moralitas, agama, hukum, dan adat
istiadat setempat), maka konsep budi pekerti menjadi lebih luas lagi dengan
menyerap aspek budi pekerti dari lingkungan yang makin meluas (environmental
development approach). Dari lingkungan yang makin meluas inilah budi
pekerti mengandung niali moral lokal(aturan keluarga, kerabat, dan tatanan
lingkungan setempat), nasional (tatanan demokrasi, loyalitas, nasionalisme,
undang-undang, hukum, hak asasi manusia, dan lain-lain), dan internasional
(hukum internasional, hubungan dan kerja sama antar bangsa, perdamaian,
keamanan) dan masih banyakkonsep lain yang menjadi norma dan berlaku bagi
kesejahteraan lingkungan. Pendidikan budi pekerti yang khusus berkaitan dengan
pendidikan agama dipelajari tersendiri oleh siswa melalui pendidikan agama.
Sedangkan nilai-nilai budi pekerti menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi
Mata pelajaran Budi Pekerti kelas I-VI Buram ke 6, Puskur Depdiknas, adalah
sebagai berikut.
Nilai-nilai budi pekerti di bawah ini merupakan uraian berbagai perilaku
dasar dan sikap yang diharapkan dimiliki peserta didik sebagai dasar
pembentukan pribadinya.
No
|
Nilai Budi Pekerti
|
Deskripsi
|
1
|
Meyakini
adanya Tuhan Yang Maha Esa dan selalu menaati ajaran-Nya
|
1. Sikap dan perilaku yang mencerminkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
|
2
|
Menaati
ajaran agama
|
2. Sikap dan perilaku yang mencerminkan kepatuhan,
tidak ingkar, dan taat mmenjalankan perintah dan menghindari larangan agama.
|
3
|
Memiliki
dan mengembangkan ajaran toleransi
|
3. Sikap dan perilaku mencerminkan toleransi dan
penghargaan terhadap pendapat, gagasan, tingkah laku orang lain, baik yang
sependapat maupun yang tidak sependapat dengan dirinya.
|
4
|
Memiliki
rasa menghargai diri sendiri
|
4. Sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
seseorang terhadap dirinya sendiri dengan memahami kelebihan dan kekurangan
dirinya.
|
5
|
Tumbuhnya
disiplin diri
|
5. Sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan,
kepatuhan, ketertiban, kesetiaan,
ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan
aturan yang berlaku.
|
6
|
Mengembangkan
etos kerja dan belajar
|
6. Sikap daan perilaku sebagai cerminan dari semangat,
kecintaan, kedisiplinan, kepatuhan atau loyalitas, dan penerimaan terhadap
kemajuan hasil kerja atau belajar.
|
7
|
Memiliki
rasa tanggung jawab
|
7. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam,sosial), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
8
|
Memiliki
rasa keterbukaan
|
8. Sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan
adanya keterusterangan terhadap apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui, dan
kesediaan menerima saran serta kritik dari orang lain.
|
9
|
Mampu
mengendalikan diri
|
9. Kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dirinya
sendiri berkenaan dengan kemampuan, nafsu, ambisi, keinginan, dalam memenuhi
rasa kepuasan dan kebutuhan hidupnya.
|
10
|
Mampu
berfikir positif
|
10.Sikap dan perilaku seseorang untuk dapat berpikir
jernih, tidak buruk sangka, mendahulukan sisi positif dari suatu masalah.
|
11
|
Mengembangkan
potensi diri
|
11.Sikap dan perilaku seseorang untuk dapat membuat
keputusan sesuai dengan kemampuannya mengenal bakat, minat, dan prestasi
serta sadar akan keunikan dirinya sehingga dapat mewujudkan potensi diriyang
sebenarnya.
|
12
|
Menumbuhkan
cinta dan kasih sayang
|
12.Sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan
adanya unsur memberi perhatian, perlindungan, penghormatan, tanggung jawab,
dan pengorbanan terhadap orang yang dicintai dan dikasihi.
|
13
|
Memiliki
kebersamaan dan gotong royong
|
13.Sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan
adanya kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling membantu, dan saling
memberi tanpa pamrih
|
14
|
Memiliki
rasa kesetiakawanan
|
14.Sikap dan perilaku yang mencerminkan kepedulian kepada
orang lain, keteguhan hati, rasa setia kawan, dan rasa cinta terhadap orang
lain dan kelompoknya.
|
15
|
Saling
menghormati
|
15.Sikap dan perilaku untuk menghargai dalam hubungan
antarindividu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang berlaku.
|
16
|
Memiliki
tata krama dan sopan santun
|
16.Sikap dan perilaku sopan santun dalam bertindak dan
bertutur kata terhadap orang tanpa menyinggung atau menyakiti serta
menghargai tata cara yang berlaku yang berlaku sesuai dengan norma, budaya,
dan adat istiadat.
|
17
|
Memiliki
rasa malu
|
17.Sikap dan perilaku yang menunjukkan tidak enak hati,
hina, rendah karena berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani,
norma, dan aturan.
|
18
|
Menumbuhkan
kejujuran
|
18.Sikap dan perilaku untuk bertindak dengan
sesungguhnya dan apaadanya, tidak berbohong, tidak dibuat-buat, tidak
ditambah dan tidak dikurangi, serta tidak menyembunyikan kejujuran.
|
Berdasarkan uraian di atas, maka perilaku minimal yang dapat
dikembangkan untuk jenjang SD/MI ialah sebagai berikut:
a. Taat kepada ajaran agama
b. Memiliki toleransi
c. Tumbuhnya disiplin diri
d. Memiliki rasa menghargai
diri sendiri
e. Memiliki rasa tanggung jawab
f. Tumbuhnya potensi diri
g. Tumbuhnya cinta dan kasih
sayang
h. Memiliki kebersamaan dan
gotong royong
i. Memiliki rasa setiakawanan
j. Memiliki sikap saling
menghormati
k. Memiliki tata krama dan
sopan santun
l. Tumbuhnya kejujuran
Kemudian perilaku minimal yang dapat dikembangkan untuk jenjang MTs
ialah sebagai berikut:
a. Meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Esa
b. Taat kepada ajaran agama
c. Memiliki toleransi
d. Memiliki rasa menghargai
diri sendiri
e. Tumbuhnya disiplin diri
f. Berkembangnya etos kerja
atau belajar
g. Memiliki rasa tanggung jawab
h. Memiliki rasa keterbukaan
i. Mampu mengendalikan diri
j. Mampu berpikir positif
k. Tumbuhnya potensi diri
l. Tumbuhnya cinta dan kasih
sayang
m. Memiliki kebersamaan dan
gotong royong
n. Memilki kesetiakawanan
o. Memiliki sikap saling
menghormati
p. Memiliki tata krama dan
sopan santun
q. Memiliki rasa malu
r. Tumbuhnya kejujuran
Selanjutnya perilaku minimal yang dapat dikembangkan untuk jenjang
SMU/MA/SMK ialah sebagai berikut.
a. Meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Esa
b. Taat kepada ajaran agama
c. Memiliki toleransi
d. Memiliki rasa menghargai
diri sendiri
e. Tumbuhnya disiplin ilmu
f. Berkembangnya etos kerja
atau belajar
g. Memiliki rasa tanggung jawab
h. Memiliki rasa keterbukaan
i. Mampu mengendalikan diri
j. Mampu berpikir positif
k. Tumbuhnya potensi diri
l. Tumbuhnya cinta dan kasih
sayang
m. Memiliki kebersamaan dan
gotong royong
n. Memiliki kesetiakawanan
o. Memiliki sikap saling
menghormati
p. Memiliki tata krama dan
sopan santun
q. Memiliki rasa malu
r. Tumbuhnya kejujuran
2. Sifat-Sifat Budi Pekerti
Sifat-sifat budi pekerti sebagai unsur sifat kepribadian dapat dilihat
pada perilaku seseorang sebagai perwujudannya. Menurut Cahyoto (2002: 19-20)
dari hasil pengamatan terhadap perilaku yang berbudi pekerti luhur , dapat
dikemukakan adanya sifat-sifat budi pekerti, antara lain sebagai berikut.
1. Budi pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan sesuai
dengan hati nuraninya.
2. Budi pekerti mengalami
perkembangan seiring dengan bertambahnya usia (perkembangan budi pekerti cukup
lambat). Makin dewasa seseorang makin kuat watak yang terbentuk sehingga
perilakunya akan menampakkan kadar atau mutu budi pekerti yang cenderung
menghayati norma masyarakatnya.
3. Budi pekerti yang terbentuk
cenderung mewujudkan bersatunya pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari
dalam arti terdapat kesejajaran antara pikiran , ucapan, dan perilaku.
4. Budi pekerti akan
menampilkan diri berdasarkan dorongan (motive) dan kehendak (will)
untuk berbuat sesuatu yang berguna dengan tujuan memenuhi kepentingan diri
sendiri dan orang lain berdasarkan pertimbangan moral.
5. Budi pekerti tidak dapat
diajarkan langsung kepada seseorang atau siswa karena kedudukannya sebagai
dampak pengiring (nurturant effects)
bagi mata pelajaran lainnya (misalnya tujuan pembelajaran PPKn diikuti tujuan
pengiring dengan rumusan siswa memerhatikan dan menghargai pendapat temannya).
6. Pembelajaran budi pekerti di
sekolah lebih merupakan latihan bagi siswa untuk meningkatkan kualitas (mutu)
budi pekertinya sehingga siswa terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral di
masyarakat pada masa dewasa nanti.
Dalam praktiknya, sifat-sifat perilaku yang berbudi pekerti luhur
memerlukan observasi atau pengamatan terhadap perilaku seseorang dalam waktu
yang lama dan terus-menerus, karena sifat-sifat budi pekerti tidak dapat
ditebak daalam waktu yang singkat.
3. Ukuran Perilaku Budi Pekerti
Luhur
Menurut Cahyoto, (2002:20-22) untuk mengukur budi pekerti luhur seseorang
yang didasarkan wujud perilakunya belum ada kata sepakat di antara para pakar
pendidikan sampai saat ini. Satu pendapat menyatakan bahwa budi pekerti tidak
dapat diukur, sementara yang lain menyatakan budi pekerti dapat diukur dan
dinilai berdasarkan perilaku seseorang yang telah dilakukan. Kesulitan yang
dihadapi adalah belum ditemukan alat ukur yang secara konstan dan tepat
mengukur perilaku sebagi wujud budi pekerti. Masalahnya adalah tinggi rendahnya
budi pekerti seseorang tidak sama karena dalam pendidikan dianut prinsip bahwa
setiap orang adalah individu unik yang berbeda dengan yang lainnya. Setiap
orang memiliki karkteristik nilai beserta pengalaman hidup yang berbeda-beda
sehingga totalitas budi pekertinya pun mengandung eerbedaan yang unik. Pengukuran
terhadap budi pekerti seseorang yang dilakukan saat ini akan menghadapi dua
kendala, yaitu budi pekerti yang diukur kemarin sudah berkembang dan berbeda
dengan yang ada saat ini, dan kehidupan masyarakat-yang memengaruhi budi
pekerti-juga telah mengalami perkembangan.
Pendapat lain mengenai pengukuran budi pekerti ada yang menyatakan bahwa
berdasarkan hasil penelitian pendidikan, proses pembelajaran dapat diukur dan
dinilai dengan alat khusus yang sesuai.
Seyogyanya hasil penelitian pendidikan dimanfaatkan untuk mengukur dan menilai
hasil yang di dapat dari suatu proses pendidikan.
Semiawan (1986: 21) dalam Cahyoto (2002: 21) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan antara pengukuran, penilaian, daan evaluasi. Pengukuran
dilakukan terhadap kemampuan dan kemajuan belajar di sekolah, sedangkan
penilaian terhadap kelakuan yang bersifat kualitatif, dan evaluasi menolak
keduanya. Pengukran berlaku untuk tes hasil belajar dan sampai batas-batas
tertentu juga untuk tes bakat. Untuk tes sikap dan kepribadian digunakan
istilah penilaian. Tes hasil belajar yang berkaitan dengan budi pekerti
merupakan penilaian sikap, melainkan juga ranah kognitif dan psikomotorik. Hal
ini perlu dilakukan mengingat peran pengembangan ranah kognitif dan
psikomotorik secara berjenjang akan mengantar penampilan siswa pada ranah
afektif sebagai landasan bertingkah laku atau bertindak.
Untuk memenuhi hal tersebut memang tersedia pilihan jenis tes yang dapat
dipertimbangkan dan diputuskan oleh guru dalam pelaksanaannya. Dalam tes
kognitif dapat dipilih bentuk pilihan ganda atau esai yang berusaha menangkap
struktur berpikir siswa, sedangkan tes psikomotor dapat berupa hasil pengamatan
guru terhadap aktivitas siswa dalam diskusi maupun dalam tanya jawab. Tes sikap
terdapat banyak pilihan antara lain bentuk tes Likert, Osgood, Skala Thurstone,
dan ungkapan perasaan. Bentuk tes khusus dapat berupa Defining-Issues Test
(DIT) dan Moral Dilemma Test (MDT) sedangkan kematangan moral diukur dengan
Moral Maturity Question (MMQ).
Secara normatif, sumber budi pekerti merujuk pada norma agama, norma
masyarakat, norma kesusilaan, dan norma hukum
yang berlaku. Perangkat norma ini merupakan alat bagi seseorang untuk
menyadari perbedaan dirinya dalam masyarakat di tengah-tengah orang lain yang
dengan hati nuraninya berusaha berbuat kebajikan. Meskipun norma tersebut
mengikat dan mengendalikan perilaku seseorang, namun prinsip martabat dan
kebebasan yang dimilikinya tetap berperan besar beserta tanggung jawab yang
harus diterima sebagai akibat perilakunya.
Ukuran kualitatif menyangkut kualitas perilaku seseorang yang dalam PKn
dinyatakan sebagai orang yang setia atau loyal kepada bangsa dan negaranya,
hidup dan bergaul dengan orang lain secara demokratis, mampu mengatur dan
mengendalikan diri, berminat untuk selalu belajar bagi pengembangan
pengetahuannya, ikut serta memikirkan masalah yang dihadapi masyarakaat, dan
melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan sesuai dengan kesanggupannya.
Dalam praktiknya ukuran normtif dan kualitatif tampaknya sulit untuk
diterapkan pada budi pekerti, namun kriteria tersebut menjadi rambu-rambu bagi
warga negara untuk menjadi orang yang berbudi pekerti luhur. Sikap dan perilaku
berbudi pekerti luhur seyogyanya tidak menyimpang dari kesadaran dirinya yang
memiliki martabat sebagai manusia, bebas menentukan pilihan, dan berani
bertanggung jawab atas tindakannya bagi kebajikan bersama.[1]
DAFTAR PUSTAKA
Zuriah Nurul, 2008,Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam
Perspektif Perubahan,Ed.1,Cet.2,Jakarta:Bumi Aksara
[1]Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti
Dalam Perspektif Perubahan, 2008, Jakarta:Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar